Kamis, 30 Januari 2014

BELAJAR DARI “SLENTHENG”

Saat itu waktu menunjukkan pukul 14.00 siang, matahari mulai pongah dengan panasnya yang menyengat. Saya yang sedari tadi mondar mandir untuk menyelesaikan rutinitas sehari-hari, sampai memicingkan mata saat memandang ke arah luar gedung. Saking silaunya karena sengatan matahari.
Waktu itu hampir mendekati bulan Desember 2013. Disela-sela kepenatan melaksanakan pekerjaan sehari hari, kucoba mencari hiburan di dunia maya. Biasanya aku dengar music dan diputar volume agak keras untuk memberikan sedikit energy dalam melanjutkan rutinitas sehari-hari. tapi lagu-lagu yang sudah kudengarkan sejak pagi itu tidak membuat aku kembali berenergy lagi, justru bosan. Hingga akhirnya aku mencari-cari alternative hiburan lain di internet. Sampailah pada pilihan youtube sebagai alternative. Saat halaman youtube terbuka aku masih bingung, apa yang akan kucari? Tiba-tiba terlintaslah pikiran hal-hal yang lucu dan unik, dan ketika aku coba ketik itu di youtube, maka muncul laman wayang santri dengan dalang Ki Enthus Susmono. Awalnya kurang tertarik, tapi karena penasaran, terpaksa kutonton video itu. Durasinya tidak panjang hanya sekitar 7 – 8 menit. Kulihat ada sosok kiyai, dua orang warga masyarakat biasa yang tampangnya mirip dengan tokoh wayang cepot.
Menit demi menit aku tonton wayang tersebut, semakin kulihat semakin aku tertawa terbahak-bahak. Ah pas sekali rasanya karakter yang ditunjukan oleh sang dalang. Belakangan aku tahu nama sosok itu, Slentheng dan satu lagi bernama Lupid. Dari situ aku memburu video wayang santri yang lain di youtube sebagai koleksi dan untuk kutonton di rumah, sebagai penyeimbang kepenatan dalam menjalankan rutinitas sehari-hari. Saat kutonton berulang ulang, aku senang, hiburan segar dan menyegarkan. Hingga akupun ngefans dengan sosok si Slentheng. Mungkin ada baiknya kepada teman-teman didaerah Serang Banten, untuk menikmati wayang santri Ki Enthus Susmono di youtube, barangkali tertarik sampai tertawa terbahak-bahak. Dari segi bahasa yang digunakan tidak jauh berbeda dengan bahasa daerah sehari-hari yang digunakan di daerah Serang.
Pada awal Januari 2014, ku baca situs berita online mengabarkan Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah, melantik seorang dalang. Aku terkejut, siapa dalang yang dimaksud? Ku baca berita tersebut baris demi baris. sampai pada akhirnya tersebutlah nama Ki Enthus Susmono. Ahhh betapa terkejutnya aku, belum berapa lama aku mengagumi beliau, kini sudah beralih profesi sebagi Bupati Tegal. Aku bingung, antara bangga dan mencibir. Koq bisa? Tapi sudahlah, rasa nyiyir itu hilang saat ku simak dialog antara Ki Enthus Susmono dan Najwa Sihab.
Emak Bapakku orang Tegal, begitupun Mbah, saat ini masih tinggal di Tegal. Aku, tidak lahir di Tegal, tetapi tetap ada kebanggaan melihat kenyataan ini. Bagaimanapun aku masih mengalir darah Tegal dan tentu saja karakter orang Tegal pada umumnya, jika coba kusamakan karakter yang dimainkan Ki Enthus, sama dengan si Slentheng. Tipe orang yang kadang sok tau, ngotak dan ahh pokoknya begitu lah. Tapi kalo urusan agama, tetap taat dan patuh.
Belum habis rasa terkejutan itu, kini tanggal 29 Januari 2014 Ki Enthus Suswono hadir di acara Mata Najwa episode Hati Hati Bupati. Sebenarnya bukan hanya Ki Enthus yang diundang, ada beberapa Bupati, hanya entah kenapa perhatianku tertuju hanya kepada Ki Enthus, Bupati Tegal yang baru sebulan di lantik. Ku perhatikan dengan seksama detik demi detik, menit demi menit dialog antara Najwa Shihab dan Ki Enthus Susmono. Awalnya aku menduga Ki Enthus tidak paham tentang pemerintahan, tetapi dugaanku meleset jauh, ada perasaan kagum, takjub serta bangga melihat Bupati yang baru saja kukagumi sebagai dalang hadir di acara Mata Najwa dan menajwab beberapa pertanyaan dengan elegan dan kukatakan cerdas untuk orang yang baru pertama memerintah sebagai Bupati. Apalagi baru sebulan di lantik.
Ada beberapa pernyataan, terkait program yang dilaksanakan Pak Bupati, yang membuatku bangga sebagai PNS, juga sebagai pegawai yang melaksanakan tugas pengadaan barang/jasa. Semua bisa di lihat di video ini:

Di antara pernyataan tersebut adalah:
“Lelang nanti dalam Proyek saya mengadakan pokja pokja itu, pokja pokja itu gajinya miskin, gajinya sedikit, tapi sering diberi titipan oleh Sekda, Bupati, Wakil Bupati. Saya kemaren tegas kalau ada CV, kontraktor yang berusaha untuk mempengaruhi Pokja (Kelompok Kerja yang fungsinya melakukan lelang), diskualifikasi. Coret untuk tidak boleh ikut lelang, dan kemudian kalo ada SKPD yang intervensi terhadap Pokja untuk menggolkan projek ini saja ini saja, maaf akan saya jatuhi talak tiga, langsung pecat.”
“Kalo ada yang berani berikan fee kepada Bupati, laporkan kepada KPK”
“Mba, saya itu baru dua minggu masya Allah, sudah hampir 1 Milyar uang yang seliweran kepada saya, ijin perizinan”
“Kejari, KPK, BPK, PPATK, saya ucapkan terima kasih untuk datang ke Kabupaten Tegal dan untuk mengawasi Saya, itu Jibrilnya yang mengawasi dan Rokib Atidnya.”

Serangkaian pernyataan itu yang membuat saya bangga, pemimpin yang mengajarkan untuk benar, dengan contoh, bukan dengan omongan. Berani bekerja sama dengan aparat terkait untuk mengawasi, bukan memusuhi apalagi menjauhi. Sama-sama saling mengawasi, karena manusia itu tempatnya salah, tempatnya dosa, maka harus saling mengingatkan. Bukan nya menutup mata terhadap kesalahan.
Terhadap para pelaku pengadaan barang/jasa, model pemimpin seperti inilah yang akan memberikan ketenangan dalam bekerja, tidak mentolerir pelanggaran. Siapapun itu. Langsung sikat. Talak tiga. Begitupun di Pokja, jika ada yang nyeleweng dan coba main-main, langsung talak tiga.
Bagaimanapun, mencegah terjadinya kesalahan lebih baik dari pada memperbaiki kesalahan. Dari seorang Bupati yang baru dilantik mari kita belajar tentang kepemimpinan. Mari belajar tentang semangat perubahan, belajar tentang tanggung jawab dan kejujuran. Salam belajar Pengadaan…